Minggu, 05 Desember 2010

Mengenal Makanan Haram

Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”


Dan firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).

Jenis Makanan HARAM:

1. BANGKAI

Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :

A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.

B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.

C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.

D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).

Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:

“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)

Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).

Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).

2. DARAH

Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:

“Atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).

Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.

Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).

3. DAGING BABI

Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.

4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH

Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.

5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS

Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.

Adapun hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.

6. BINATANG BUAS BERTARING

Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)

Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).

Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.

Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang….”.

Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :

“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).

Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)

7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM

Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)

Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”

8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)

Hal ini berdasarkan hadits:

“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).

Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :

Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).

Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani).

9. AL-JALLALAH

Hal ini berdasarkan hadits :
“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).

“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).

“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).

Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”

Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).

Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).

10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA

Berdasarkan hadits: “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390).

Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)

11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )

Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).

“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.

12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh Nawawi).

Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi). “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani).

Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)

13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM

Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :

KEPITING – hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).

KURA-KURA dan PENYU – juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).

ANJING LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).

KATAK/KODOK – hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.


Sumber :

http://www.halalguide.info/2009/03/27/mengenal-makanan-haram/

23 Maret 2009



Perempuan, Menjadi Cantik dengan yang Halal

Kesadaran kaum Muslimin untuk mengkonsumsi produk-produk halal semakin tinggi, termasuk produk kosmetik. Seiring dengan meningkatnya permintaan produk kosmetik halal, perlu adanya standardisasi yang memenuhi syarat kehalalannya agar konsumen, terutama para muslimah tidak terkecoh dengan produk-produk komestik yang beredar di pasaran.

Tapi apakah yang dimaksud kosmetik yang halal dan bisakah semua kosmetik dinyatakan halal? Masyakarat pada umumnya masih memberikan jawaban yang berbeda-beda ketika ditanya apa pendapatnya tentang definisi kosmetik yang halal.

Beberapa orang mengatakan, kosmetik yang halal adalah kosmetik yang "bebas dari bahan-bahan haram" seperti unsur-unsur dari hewan babi dan zat biokimia tertentu. Sebagian lagi menyebut "beberapa produk maskara dan pinsil mata" sebagai produk kosmetik halal. Ada juga yang berpendapat bahwa kosmetik halal adalah kosmetik yang menambah kecantikan alamiah perempuan tapi tidak digunakan dengan cara yang terlarang."

Tapi ada juga kaum perempuan yang mengaku tidak pernah terlintas di benak mereka soal kosmetik halal, karena label halal identik dengan produk makanan saja. "Saya dan teman-teman tidak memikirkan soal kehalalan ketika menyangkut masalah kosmetik. Untuk produk makanan, kehalalan memang penting tapi tidak untuk produk lainnya. Saya tidak tahu pasti," kata Aisha, seorang muslimah berusia 33 tahun ketika ditanya soal kosmetik yang halal.

Dari beragam pendapat itu mengindikasikan bahwa persoalan kehalalan pada produk kosmetik tidak boleh dianggap remeh. Menggunakan istilah halal pada kosmetik semata-mata untuk menarik konsumen dan ingin dilihat sebagai produk yang berbeda dengan produk kosmetik lainnya, juga tidak etis. Lebih jauh lagi, perlu kehati-hatian sebelum memberikan label halal pada berbagai tipe produk kosmetik.

Pengembangan yang mencakup standar halal produk-produk pembersih seperti sabun, sabun mandi, shampo, deodoran serta produk lainnya seperti krem pelembab kulit, pasta gigi, obat kumur, pelembab bibir dan produk untuk melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari, dipastikan akan mendapat sambutan positif dari masyarakat, utamanya kaum Muslimin.

Standar Halal

Pabrik-pabrik kosmetik harus memenuhi syarat standar halal jika produk-produk kosmetiknya ingin mendapatkan label halal. Syarat tersebut mengacu pada bagian yang relevan dari standar makanan MS 1500. Standar MS 1500 menetapkan bahwa semua kandungan harus memenuhi persyaratan syariah dan kehalalan, tidak boleh ada zat yang haram seperti alkohol atau bahan-bahan yang berasal dari hewan babi dalam produk tersebut. Selain itu, kandungan yang digunakan untuk memproduksi suatu produk, harus disimpan, diolah dan dikemas sesuai aturan standar kehalalan yang ketat.

Saat ini produk-produk anti-penuaan yang diproduksi dengan menggunakan bioteteknologi dan teknologi tinggi merebak di pasaran, yang membuat kaum Muslimin kadang sulit memilih jenis produk yang memenuhi persyaratan syariah. Mereka cenderung membeli produk-produk perawatan tubuh tanpa meneliti terlebih dulu pabrik yang memproduksinya, isi kandungannya atau menanyakan kehalalan produk-produk yang bersangkutan pada pakar agama Islam di masjid-masjid misalnya.

Terlebih lagi produk-produk seperti pewarna kuku, produk untuk riasan muka, produk untuk menata rambut dan pewarna rambut yang makin beragam.Produk-produk tersebut bisa menimbulkan berbagai penafsiran dalam menentukan halal tidaknya.

Tapi, untuk menentukan produk kosmetik mana yang akan dipilih, para muslimah juga harus mempertimbangkan produk kosmetik yang mudah dibersihkan saat akan melakukan salat. Produk-produk yang perlu diperhatikan oleh industri kosmetik maupun para muslimah sebagai konsumen kosmetik antara lain cat kuku, pewarna rambut permanen, perona bibir tahan lama.

Antara Bisnis dan Keimanan

Kenyataannya, produk apapun bisa lulus penilaian sertifikasi standar kehalalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan ada apa dibalik makin tumbuhnya segmen pasar produk halal ini. Celah-celah pasar bisa menjadi kesempatan bisnis yang besar dan untuk sebagian orang kesempatan itu berarti uang. Sulit dielakkan bahwa produk kosmetik halal oleh sebagian orang menjadi celah pasar yang menguntungkan dan terlalu sayang jika dilewatkan.

Tapi banyak Muslim yang paham betul dengan makna halal justeru menghindari sikap aji mumpun itu. Buat mereka, halal bukan sekedar mendapatkan uang dari produk yang dijualnya tapi lebih dari itu, menjaga kehalalan adalah bagian dari keimanan serta ketaqwaan dan itu menjadi pedoman hidup mereka.

Dan kehalalan itu dijaga tidak sebatas pada kandungan produk saja, juga etika perusahaan pembuatnya, bagaimana mereka memasarkan dan mendistribusikannya dan motivasi perusahaan dalam mengejar para konsumennya di pasaran.

"Sebuah perusahaan yang memproduksi produk komestik halal, tapi orang-orang yang menjalankan perusahaan itu jahat dan korup, tidak memperhatikan etika dan moral, maka umat Islam tidak akan membeli produk mereka," kata Ali ketika ditanya produk halal yang ideal.

Muslim lainnya bernama Aina menambahkan,"Sebelum membeli produk halal, saya akan mencari tahu tentang perusahaan atau mengunjungi situs perusahaan bersangkutan. Yang terpenting adalah mengetahui asal-usul dan erika perusahaan dan bagaimana mereka mendapatkan bahan kandungan untuk produknya?"

Memilih kosmetik halal memang penting. Tapi yang perlu diingat bagi para Muslimah adalah penampilan fisik cuma salah satu aspek dari kecantikan. Tak ada salahnya bagi seorang perempuan untuk mempercantik dan merawat dirinya tapi jangan sampai upaya memperindah penampilan fisik melenyapkan seluruh potensi yang ada di diri masing-masing. Kecantikan yang sejati terlihat dari perilaku kita sehari-hari, cara kita menjalani hidup, rasa cinta dan kasih sayang yang kita tebarkan pada orang lain. Semua itu tidak bisa muncul dari sekedar produk kosmetik halal. (ln/iol)

Sumber :
http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/menjadi-cantik-dengan-yang-halal.htm
02 Februari 2010




Produk Bersertifikat Halal Kurang dari 50 Persen

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia memperkirakan jumlah produk yang memiliki sertifikat halal di Indonesia masih rendah karena kurang dari 50 persen."Ini masih sangat rendah. Idealnya 100 persen sudah bersertifikat halal atau setidaknya sejumlah dengan pemeluk Islam di Indonesia yaitu 90 persen," kata Wakil Direktur Bidang Kesekretariatan dan Sosialisasi LPPOM MUI Osmena Gunawan dalam talk show di Pameran Internasional Bisnis dan Makanan Halal di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Jumat.

Osmena mengatakan, mayoritas penduduk Indonesia secara otomatis menganggap produk di sekitar mereka adalah produk halal karena Indonesia merupakan negara dengan pemeluk Islam terbesar di dunia. "Padahal tidak selalu begitu, karena dalam prosesnya bahan-bahan itu akan bercampur dengan bahan lain yang perlu dicek kehalalannya," katanya.

Dengan mencantumkan label halal dari MUI, masyarakat merasa yakin dengan produk yang mereka konsumsi sehingga sertifikat itu dapat memberikan nilai tambah bagi produk makanan. Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian Warsono juga mengimbau industri mencantumkan label halal pada produknya karena label tersebut mempunyai nilai tambah tersendiri, terutama di Indonesia. "Label halal akan meningkatkan daya saing, bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri bagi masyarakat yang mencari produk halal," ujarnya.

Konsumen didorong agar dengan tegas memilih produk yang dijamin kehalalannya dan tidak mengonsumsi produk yang tidak halal. "Kalau makanan kemasan, pilih yang sudah memiliki label halal. Kalau rumah makan, cari yang sudah dapat sertifikat halal, biasanya digantung di dinding," kata Warsono memberi contoh.

Osmena menyatakan dengan biaya sertifikasi halal di Indonesia yang lebih murah dibandingkan negara lain, seharusnya para produsen menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya dan mencantumkan label halal pada produknya. "Di Indonesia ini biaya sertifikat masih termurah di dunia karena memang tidak untuk mengumpulkan uang tapi untuk melindungi masyarakat," kata Osmena.

Pameran Internasional Bisnis dan Makanan Halal Indonesia atau IBHF Expo (International Halal Business and Food Expo) itu merupakan pameran pertama yang diadakan di Jakarta Convention Center (JCC), 23-25 Juli.
Pameran yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu juga dibarengi dengan penyelenggaraan Global Halal Forum yang membahas regulasi yang terkait dengan produk halal. Pameran yang diikuti berbagai perusahaan mulai dari perhotelan, restoran, makanan, kosmetik hingga perbankan itu dibuka oleh Wakil Presiden Boediono dan dijadwalkan ditutup oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Minggu (25/7).


Red: Krisman Purwoko
Sumber: ant

Sumber :

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/10/07/23/126445-produk-bersertifikat-halal-kurang-dari-50-persen

23 Juli 2010





Kurang dari 10%, UKM yang Kantongi Sertifikasi Halal

Jumlah usaha kecil menengah (UKM) yang mengantongi sertifikasi halal di Jawa Barat (Jabar) masih minim. Sejauh ini, baru ada 7.000 UKM yang mengantongi sertifikasi halal dan separuhnya didominasi makanan. Padahal, jumlah UKM di Jabar, baik yang memerlukan sertifikasi halal maupun tidak, mencapai 8,2 juta.
”Jumlah UKM di Jabar yang mengantongi sertifikasi halal masih kurang dari sepuluh persen, baru 7.000 UKM,” ujar Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (KUMKM) Jabar, Wawan Hernawan.

Menurut dia, selain masih minimnya kesadaran tentang pentingnya sertifikasi halal, biaya pembuatan sertifikat yang terhitung tinggi untuk standar UKM disinyalir jadi penyebabnya. Biaya normal untuk membuat sertifikasi halal mencapai Rp 1 juta, termasuk pembuatan sertifikat dan peninjauan.

”Kondisi ini membuat sebagian besar UKM lebih memilih untuk menambah modal dibandingkan dengan membuat sertifikasi halal. Padahal, sertifikasi halal bisa jadi modal bagi usaha. Sertifikasi halal juga bisa memperkuat nilai tawar UKM,” katanya.

Contoh sukses pengguna sertifikasi halal, menurut Wawan, adalah Bandrek Hanjuang yang mampu menggenjot penjualan setelah mencantumkan sertifikasi halal dan mengubah kemasan. Bandrek yang biasanya terjual 20-30 kemasan per hari di awal usaha, melonjak menjadi 30.000-50.000 kemasan per hari setelah bersertifikasi halal.

Menurut Sekretaris Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LP POM) Majelis Ulama Indonesia Jabar, Ir. Hj. Ferika Aryanti, dari 7.000 UKM yang sudah mengantongi sertifikasi halal, 1.600 di antaranya baru mendapatkan tahun ini. ”Dari 1.600 sertifikasi tahun ini, 800 di antaranya mendapatkan sertifikasi secara gratis melalui program kerja sama kami dengan sejumlah pihak terkait,” katanya

Sebagai bagian dari upaya pedukung, Dinas KUMKM Jabar juga menggelar Halal Fair bagi UKM yang telah mengantongi sertifikasi halal. Tahun ini, Halal Fair akan digelar di Halaman Carrefour Kiaracondong Bandung pada 27-30 Agustus. Kegiatan ini akan diikuti 150 KUMKM dari 26 kabupaten/kota di Jabar


Sumber :

http://diskumkm.jabarprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=159:kurang-dari-10-ukm-yang-kantongi-sertifikasi-halal&catid=1:bewara&Itemid=65

4 Oktober 2010



Sertifikasi Halal LPPOM-MUI Standar Internasional

AKARTA (Arrahmah.com) - Metode sertifikasi halal yang diterapkan LPPOM-MUI di Indonesia sudah masuk standar internasional. Standarisasi tersebut kemudian dicontoh oleh beberapa negara, di antaranya Selandia Baru, Inggris, Kuwait, dan Amerika.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma'rif Amin, ketika menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara workshop untuk media dengan tema "Sertifikasi Halal Minuman Non-Alkohol", di Ruang Auditorium Gedung MUI Pusat, Cikini, Jakarta Selasa (9/3).

Ma'ruf mensinyalir bahwa sistem sertifikasi yang telah ada di Indonesia diterapkan secara moderat.

"Indonesia adalah negara paling moderat dalam masalah penerapan sertifikasi halal," katanya.

Dalam kesempatan tersebut Ma'ruf berpesan agar masyarakat peduli masalah produk halal-haram.

"Makanan yang kita makan berpengaruh pada tubuh dan pola fikir. Makanlah yang baik dan halal," katanya.

Sementara itu, Ketua Komite Halal PT Bintang Toedjoe, produsen minuman energi Extra Joss, Dedi Suherman, S.Si, Apt, MM, yang turut menjadi narasumber, memaparkan, pemahaman prosedural tentang sertifikasi halal diharapkan dapat disosilisasikan lebih jelas lagi.

"Kami mengajak pada produk-produk serupa Extra Joss untuk juga dapat memastikan produknya berkualitas dan halal dari sisi proses dan komposisi, demi kemaslahatan masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen produk minuman energi yang sebagian besar muslim," kata Dedi.

Kehadiran Extra Joss sebagai salah satu narasumber dalam workshop tersebut dimaksudkan agar pemahaman sertifikasi halal tersebut lebih jelas. Extra Joss sendiri adalah salah satu produk minuman non-alkohol yang telah memenuhi ketentuan untuk mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM-MUI.

Sebagaimana tertera dalam JURNAL HALAL yang dikeluarkan oleh LPPOM-MUI, hanya Extra Joss dan produk turunannya, yakni EJuss yang saat ini telah memperoleh sertifikasi halal di antara produk-produk minuman energi bubuk yang sejenis. (hid/arrahmah.com)

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...


Sumber :

Althaf 

http://arrahmah.com/index.php/news/read/7171/sertifikasi-halal-lppom-mui-standar-internasional

11 Maret 2010



Peraturan Baru untuk Produk Impor Halal

Jakarta - Masih banyaknya lembaga sertifikasi luar negeri yang belum diakui oleh LPPOM MUI membuat sebagian produk impor berlebel halal masih diragukan kehalalannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, MUI pun berencana untuk lebih memperketat seleksi produk impor halal.

Menurut Ketua MUI KH Ma'ruf Amin, banyak produk-produk impor dari Amerika, Australia, New Zealand dan beberapa negara Eropa lain mengusung logo halal yang dibawa langsung dari lembaga halal negaranya sendiri. Permasalahannya adalah banyak dari lembaga-lembaga halal tersebut belum diakui standardnya oleh MUI.

"Banyak lembaga sertifikat halal luar negeri tidak memiliki dewan fatwa, dan beberapa diantaranya tidak beroperasi di bawah organisasi Islam. Oleh karena itu kami bermaksud untuk memastikan bahwa produk-produk yang berlebel halal tersebut memang benar-benar halal," ujarnya seperti yang dikutip dari halalindonesia.org.

Seperti yang diketahui kunci penting dalam sertifikasi halal adalah termasuk bagaimana hewan disembelih dan bahan-bahan apa yang digunakan dalam prosesnya hingga menjadi sebuah produk. "Untuk saat ini kami akan berfokus pada produk-produk makanan terlebih dahulu, tetapi kedepannya nanti kami juga akan memberikan perhatian pada produk lainnya seperti obat-obatan dan kosmetik," jelasnya lagi.

Perlakuan yang sama juga akan diberikan kepada produk-produk dari Cina dan negara-negara Asean yang berada dibawah struktur Asean-China Free Trade Agreement. Dalam hal ini lembaga sertifikasi internasional juga telah menyetujui bahwa jika mereka tidak memenuhi standar halal Indonesia, maka produk-produk tersebut tidak akan memperoleh ijin untuk masuk ke Indonesia. Bisa dibilang peraturan ini secara tidak langsung memberi dampak positif bagi lembaga sertifikasi luar negeri untuk memperbaiki standar mereka.

Untuk mendukung pemberlakuan peraturan ini, MUI bekerjasama dengan Departemen Pertanian. Perwakilan-perwakilan dari MUI akan ikut terlibat langsung dalam mengecek makanan di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia. Dimana produk-produk berlebel halal diluar MUI akan diperiksa dengan seksama, dan bagi yang belum memperoleh pengakuan standar halal oleh MUI maka produk tersebut akan ditahan dan dibatalkan ijin masuknya.

Beragam respon pun dituai, para importir makanan mengkhawatirkan bahwa proses karantina tersebut akan berujung dengan biaya mahal kecuali melakukan pembayaran melalui sistem tidak resmi untuk membebaskan kembali barang mereka.

MUI pun menegaskan bahwa tindakan ini semata-mata untuk melindungi konsumen muslim. Ma'ruf mengatakan bahwa MUI telah berkoordinasi dengan lebaga sertifikasi halal internasional. Ia mengatakan bahwa kini mereka telah mengakui 7 sertifikasi halal dari Amerika dan 8 dari Australia. Beberapa lembaga sertifikasi halal lainnya yang telah diakui berasal dari Netherlands, Perancis, dan Belgia.

"Saat ini kami bekerjasama dengan beberapa lembaga sertifikasi dari New Zealand dalam memperbaiki kualitas standar sertifikasi halal mereka. Karena hingga saat ini tidak ada satupun lembaga sertifikasi halal dari New Zealand yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh MUI," imbuh Ma'ruf. ( dev / Odi )

Sumber :

Devita Sari - detikFood

http://www.detikfood.com/read/2010/11/19/160151/1497800/901/peraturan-baru-untuk-produk-impor-halal

19 November 2010



Standar Halal Diusulkan Masuk ISO

Metrotvnews.com, Jakarta: Standar halal diusulkan menjadi satu sistem internasional ke dalam International Organization for Standarization (ISO). Usulan tersebut disampaikan oleh empat negara yaitu Indonesia, Turki, Malaysia, dan Thailand. Menurut Kepala Pusat Standardisasi Kementerian Perdagangan Arief Adang, saat ini usulan tersebut dalam pembahasan komite. ISO Halal itu diusulkan berlaku untuk produk pangan dan nonpangan seperti kosmetik.

"Dengan ISO, standar halal menjadi sebuah sistem dengan mekanisme, persyaratan, dan cara pengujian yang seragam secara intenasional. Hal itu penting, melihat potensi bisnis halal. Indonesia sangat ketinggalan," katanya usai jumpa pers tentang The 1st Indonesia International Halal Business and Food Expo (IHBF) 2010 di Jakarta, Selasa (18/5).

Keikutsertaan Thailand dalam mempromotori usulan pengajuan standar halal ke ISO tersebut, menurut Arief, patut diacungi jempol. Pasalnya, Thailand bukan merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim. Thailand dalam hal ini mencoba menangkap pasar halal yang besar. "Memang agak aneh kok Thailand masuk juga. Tapi dia pintar menangkap peluang. Dia lihat ini peluang besar. Kita harusnya bisa mencontoh dia. Orang-orang ahli halal yang kerja di sana dan Malaysia itu orang Indonesia. Mereka yang bikin lisensinya," katanya.

Dalam perdagangan, ia menegaskan, setiap langkah sertifikasi dan penetapan suatu standar wajib mengajukan notifikasi kepada Prganisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika dalam 60 hari kerja tidak ada keberatan dari negara anggota WTO, standar tersebut dinyatakan bebas diberlakukan. Sebelumnya, ia mengungkapkan, ada kejadian tanpa koordinasi yang dilakukan oleh LPPOM MUI yang menetapkan aturan mengenai sertifikasi lembaga sertifikasi standar halal di luar negeri, dan mencabut beberapa aturan yang telah ditetapkan lembaga sertifikasi halal di luar negeri tersebut.

"Mereka menyatakan mencabut sertifikasi ini, itu. Saya habis dicecar di WTO yang menanyakan soal itu. MUI cabut sertifikasi, Amerika juga langsung pakai proteksi ini, itu ke kita. Jadi, semua rencana pemberlakuan aturan standar harus dilaporkan melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang akan mengajukan notifikasi ke WTO," tegasnya.

Selain itu, lanjut dia, penerapan aturan standar harus terbuka, transparan, dan bisa diakses oleh semua pihak. Audit tidak bisa dilakukan secara mendadak dan tiba-tiba sehingga menyulitkan bagi pemilik usaha. "Jadi, tidak bisa seperti yang dikatakan LPPOM MUI bahwa kalau mau sidak (inspeksi mendadak) hanya mereka yang tahu. Padahal, si pemegang sertifikat wajib mengetahui jadwal itu. Audit tidak bisa tiba-tiba datang memojokkan karena itu tidak sehat bagi usaha tesebut. Nanti akan saya sampaikan soal ini ke mereka," jelas Arief.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komite Tetap bidang Kerjasama Regional Franky Sibarani mengatakan, penerapan halal sebagai sistem ISO tidak mudah dilakukan. "Halal dan ISO itu dua hal yang berbeda. ISO dengan pemenuhan sistem standarisasi dan dokumentasi harus baik. Halal harus sesuai dengan aspek ketentuan agama. Selain itu, dengan menjadikan halal sebagai ISO justru menyulitkan industri di dalam negeri," katanya.

Ketua Komite Tetap Optimalisasi Potensi Sumber Daya Alam Kawasan Timur Kadin Indonesia Rifda Ammarina. Dia mengatakan, saat ini, nilai perdagangan produk halal dunia mencapai US$ 641 miliar. " Di Indonesia, sampai saat ini belum didata. Tapi, saya yakin pasti lebih rendah dibandingkan Malaysia. Padahal, potensi bisnis halal sangat besar, terutama dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim," katanya. (MI/BEY)

Sumber:
Metrotvnews.com
Ekonomi / Selasa, 18 Mei 2010 20:10 WIB

URL:
http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/ekonomi/2010/05/18/18167/Standar-Halal-Diusulkan-Masuk-ISO

Dalam :

http://www.bsn.or.id/news_detail.php?news_id=1959